Ada yang bilang idealisme itu akan memudar dengan beriringan waktu. Idealisme akan melebur saat berbentur. Idealisme akan tergadai. Idealisme tak lagi penting saat sadar realistis jauh lebih dibutuhkan.
Tapi, ada yang hidup, memimpikan yaa.. kata seseorang fairytales.
Mimpi setiap orang berbeda bukan? Jadi beda bukan suatu dosa. Gila memang. Tolak
ukur yang digunakan tidak pernah ada dirumusan manapun, tapi kebahagiaan dan
kepuasan seseorang siapa yang bisa menerka? Bahkan diri sendiri kadang luput
memahami. Karena semuanya relatif.
Waktu menggiring, menghadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Bahkan pada
sesuatu yang tak bisa dipilih. Waktu mendorong, tak mengiringi seperti harap
setiap orang. Terkadang waktu menyadarkan betapa berharganya setiap details
peristiwa. Seberapa kuatnya untuk sampai disini. Menulis ini. Menertawakan kekanakan
dulu-dulu, lalu menangisi rasa terjebak yang sakit.
Kita bermimpi tinggi. Berharap untuk tidak jadi biasa-biasa saja. Kita
berusaha bermanfaat seluas-luasnya. Membangun mimpi lalu membersamai
impian-impian lain. Kita sadar bahwa setiap titipan harus memiliki arti yang
lebih baik. Lebih bermakna setiap helaannya. Saat bersamaan kita tersadar
apakah impian itu memang harus diraih? Apakah itu memang yang diinginkan? Atau....
hanya sebagai ajang aktualisasi diri. Ahahhaha. Karena terkadang seperti batang
yang dihantam ribuan cabangnya.. bertanya-tanya. Untuk apa, lalu pada siapa. Bagaimana
dan kapan. Tidak ada tanda tanyapun, sudah menohok. Tidak perlu nada
bertanyapun, sudah memilukan.
Ribuan langkah kaki yang ditapaki, tidak mungkin tidak memiliki
kebaikan yang akan dituai. Jutaan doa yang dirapal dengan rinci, tidak mungkin
tak terdengar. Tapi.. rasa tidak pantas yang kadang datang menghampiri. Membangun
ruang hampa yang kian membesar dijiwa yang mungkin saja mengecil setiap
harinya.
Pertanyaan-pertanyaan yang datang kian sulit untuk dijawab. Pertanyaan-pertanyaan
yang terdengar kian sulit dijelaskan. Sebagai anak, sebagai kakak, sebagai
anggota keluarga, sebagai panutan, sebagai makhluk hidup, sebagai anak bangsa
dan sebagai diri sendiri. Semuanya harus bahagia, selayak apa yang diusahakan.
Semuanya harus tersenyum, seperti doa Ibu dan Ayah yang tak pernah putus.
Yang diinginkan, menyamakan keinginan. Mungkin lelah mulai
terasa, ingin singgah. Ingin berlabuh. Atau
mungkin ingin kembali. Tapi, idealisme yang mungkin egoisme tidak mengajarkan
hal-hal lucu seperti itu. Tumbuhlah sendiri, berbebas-bebaslah. Kelak impianmu,
semuaaa impianmu kan purna. Purnama kan datang merayakan kekuatan yang dibangun
dalam diam. Bertahanlah sebentar lagi, gunakan saja yang baik. Tunggu saja yang
terbaik, dia akan datang dengan cara yang baik.
Tak perlu ragu saat harap itu disematkan pada yang Nyata
KekuatanNya.
Comments
Post a Comment