Heyyyyy,
hallo! Assalammualaikum.
Sebentar
lagi angka itu akan bertambah, satu titik baru untuk garis-garis lain. Tapi,
masih banyak hal yang belum selesai dan tetap tertutup. Berada di lingkungan
yang semua orangnya bisa menikmati hidup dengan cara baik membuatku menikmati
hidup ini dengan sangat baik juga. Aku sangat menikmati dan bersyukur.
Bebas
dan bisa memilih.
Aku
mungkin orang yang sangat nyaman dengan kebebasan. Selama jalan hidupku, kedua
orang tuaku memberikan kepercayaan yang sangat berharga, jauh lebih penting
dari setumpuk materi. Iya, kepercayaan. Aku bisa memilih hal yang aku suka, aku
bisa pergi ke tempat yang kuingini, aku bisa membaca banyak buku, aku bisa
hadir dan mendengarkan ruang-ruang yang kusuka, aku bisa bertemu siapa saja. Tak
mungkin jika tanpa kepercayaan Mama Papaku.
Kepercayaan
yang selalu kujaga.
Selain
menginginkan Mama Papaku terus sehat dan tak menangis karena apapun itu. Aku tidak
ingin mereka kecewa. Aku tak ingin membuat pertanggungan mereka bertambah, di
dunia maupun di akhirat. Lebih baik diam daripada mengatakan kebohongan dengan
orang tua. Kutemui hanya orang baik, kuhadiri tempat-tempat yang juga akan
turut menjagaku. Tak kubiarkan tanganku tersentuh nafsu. Karena aku, sungguh
cinta dengan kedua orang tuaku dan menyanyangi semua kepercayaan mereka.
Hal-hal
indah ini terlalu nyaman. Keluargaku tidak pernah menanyakannya, tapi beberpa
orang mulai mengajukannya. Mungkin mereka penasaran. Atau mereka tidak sabaran.
Akupun biasa saja. Sampai tiba, seorang teman, seorang laki-laki.
“Tahun depan, Rumi pengen ini.
Terus kayak gini dan kayak gitu. ......”
“Rum, kamu gak mau nikah?”
Kuyakini
ini bukan pertanyaan iseng.
Menikah.
Sempat
miliki keinginan menikah muda. Tapi gimana dong udah gak muda lagi. Hehe.
Beriring waktu, Allah maha baik, dibukakan hatiku, diizinkan aku berpikir. Kuyakini
jodohku bisa siapa saja, kupastikan aku hanya menunggu sang jodoh. Bukan dia
yang baik tutur katanya, bukan dia yang cerdas, bukan dia, bukan dia, tapi
kamu. Biarlah jodoh, menjadi rahasia Allah hingga kelak si jodoh berani
meminang dengan cara yang benar dan tepat. Jangan diterka, jangan diharap.
Biarlah doa itu tak menyebut nama. Biarlah diri ini terus memperbaiki setiap
kebaikan yang diinginkan.
Menikah
bukan hanya tentang rasa lelah yang bisa dibagi dengan halal. Bukan tentang
adanya tempat bersandar. Menikah tak sesimple itu dalam pandangku.
Menikah,
bagi seorang permpuan berarti berubahnya haluan. Dari mendengarkan pinta Ayah dan Bunda akan
mendengarkan kata-kata dari lelaki yang disebut suami. Bukan hal yang mudah,
pun tak sulit. Hanya saja yang tepat untuk terus mampu menjaga harga diri perempuan
yang dia minta dan harap dari kedua orang tuanya, sangat sulit. Karakter seperti
ini mungkin langka. Karena menikah bagiku, aku akan memiliki satu pasang orang
tua lagi, yang akan aku hormati seperti orang tuaku, yang akan aku cintai
seperti orang tuaku, yang tak akan luput namanya kusebut dalam doaku. Aku ingin
keluargaku bertambah. Aku ingin dia tetap mendengarkan Ibunya tanpa pernah
menyakiti hatiku. Aku ingin mendukung keputusan-keputusannya yang bijak.
Surga
pada ridho suami. Tak pernah bisa kubayangkan, jika suatu saat aku harus
mengamini sesuatu yang jelas salah. Aku harus mengalah untuk sesuatu yang tak
baik. Atau aku terpaksa melakukan sesuatu, walau baik tapi aku terpaksa. Ilmu
itu penting, adab nomor satu. Kubayangkan, jika suatu saat bisa kulepas semua
dunia, hal-hal yang mudhorat, jelas karena tidak ada manfaatnya untuk akhirat,
tapi dengan hati yang ikhlas. Karena aku paham kesederhanaan pun bisa membuatku
bahagia, karena aku mengerti tujuan dari hidup. Ini satu hal yang selalu aku
coba sendiri, tapi selalu gagal, aku rasa perlu teman untuk mendatangkan
keikhlasan dengan ilmu dan adabnya.
Anak-anak
wajib terdidik. Banyak yang mengira aku sangat siap menikah. Hahaha. Hanya karena
aku suka anak-anak, padahal sudah dari SMP. Ilmu yang terbatas, aku selalu
khawatir bagaimana cara mendidik anak-anakku kelak. Bagaimana menjaga mereka
dengan baik tapi tetap, mereka bisa bebas dan memilih. Bagaimana cara merawatnya
kelak. Bagaimana agar anak-anak mendapatkan haknya, Ibu yang baik, Ibu yang
cerdas. Rasanya sangat sulit sekali. Tanggung jawab yang terlalu rumit. Aku ingin
anak-anakku memakan masakanku, aku ingin kelak mendapat pujian bahwa masakanku
adalah makanan paling enak di dunia. Aku ingin anak-anak sarapan dengan
makananku. Aku ingin mereka belajar mengaji denganku, lalu aku bisa mengajarkan
mereka mengerjakan tugas sekolah. Aku ingin, hal-hal indah bisa kupenuhi dengan
kecakapan.
Kusadari
semua perlu ilmu. Semua butuh waktu untuk belajar.
“Rum, kita harus mulai membuka
diri.”
Kata
siapa aku menutup diri? Aku membukanya, jelas, hanya untuk sang jodoh. Hahaha. Tidak
ada khawatir, kita semua akan menikah pada waktuNya. Tepat.
Pernah
melihat pasangan muda, berantem. Terus suami teriak-teriak. Pernah, mendengar
suami meminta sesuatu tanpa mengucapkan kata tolong, apalagi terima kasih.
Pernah, melihat istri menangis dan menyumpahi suami. Pernah, melihat sang Ibu
bertengkar dengan istri. Bukan
seperti itu pernikahan yang diharapkan, aku rasa oleh semua orang. Terutama,
aku.
Sudah
terjawabkah pertanyaan saudara?
Wassalammualaikum!
Gilasihhh. Keren banget tulisannya kakak. Jadi ngga usah takut ya ditanya "kapan nikah?" Hehehe
ReplyDeletekasih link aja :)
DeleteSiiiip pas mantab
ReplyDelete