Sepertinya tahun ini sudah menjadi tahun terbaiknya. Tahun dimana kesempatan bertubi-tubi datang, pun keberhasilan yang nyaris, ribuan menghampiri, ditutup kehilangan yang pedih. 2018.
Berkelebat serangkaian syukur, tapi rimbunnya rindu, sedetik jauh lebih menyiksa. Tuan, dalam sibuk, rindu tak pernah alfa menghampiri. Sepanjang tahun. Setiap hari, dibalik senyum, dihela tangis, nama tetap tak mampu terucap. Kemungkinan garis itu tak akan pernah bertemu. Ini yang terbaik, tapi tak sebaik saat itu.
Proses belajar banyak hal baru. Belajar agama, belajar untuk ikut mendengarkan kajian, belajar untuk memahami, untuk mencari jalan terbaik. Hadiah terbaik terlahir sebagai muslimah, menerima segala edukasi agama yang terpenuhi, diberikan kemurahan untuk sadar, digerakkan untuk menunaikan. Tapi, bertahun hidup tak pernah haus akan ilmu dan pengetahuannya, hingga akhirnya salah satu teman mengenalkan dengan kajian, mengajak ke masjid, mendengarkan ilmu yang ajaib, bertukar pikiran tentang hal-hal indah. Tuhan, agama ini sungguh indah, tidak ada kebencian yang diajarkan didalamnya, dengan ilmu yang sedikit, keyakinan ini penuh. Bahwa nilai rahman dan rahim itu harus ada di setiap kalbu.
Ada tumpukan risau, saat usia bertambah, hari berlalu, pencapaian tak kunjung nyata. Tapi, rezeki tak melulu tentang uang, pekerjaan.. Terus apa??? Pilihan untuk menikmati waktu setelah lulus menjadi boomerang, tak pernah terpikir akan berlama-lama di rumah. Tak pernah terkira harus kesana-kemari. Dalam tahap belajar, ada beberapa hal yang dihindari dalam mencari jalan untuk mandiri ini. Menolak sesuatu yang buruk tidak salah bukan? Ternyata sulit. Meneguhkan hati. Tetap bersabar, yakin bahwa Tuhan Maha Asyik dalam merencanakan segalanya.
Lalu, Tuhan beri kesempatan untuk mengenal banyak orang hebat. Berada ditengah kepositifan yang tak henti tapi pasti berakhir, karena dunia ini, fana. Melihat dan merasakan bagaimana orang-orang berusaha keras untuk impian, tersadar, tersungkur, ternyata kemalasan adalah teman terburuk. Beberapa pencapaian kembali tertunda karena kelalaian dan selalu menggampangkan sesuatu.
Bertemu orang dengan kerja keras yang sungguh nyata, memandu atlet dari India, berpanas-panas demi totalitas. Asian Games 2018, menjadi bagian dari mengharumkan nama bangsa, walau hanya sebatas relawan, kesempatan yang sungguh luar biasa.
Bertemu orang dengan kerja keras yang sungguh nyata, memandu atlet dari India, berpanas-panas demi totalitas. Asian Games 2018, menjadi bagian dari mengharumkan nama bangsa, walau hanya sebatas relawan, kesempatan yang sungguh luar biasa.
Ada seribu.
Ada seribu.
Tapi hanya teringat satu.
Kemudian, khawatir mulai tumbuh. Tanya mulai bercabang, menanyakan keadaan diri. Menanyakan posisi hidup dikehidupan ini.
Tersadar, berusaha sadar, menjalani dengan kesadaran. Tapi, Tuhan punya rencana lain.
Akhir tahun, impian yang mulai pudar, yang mulai samar, yang ingin ditinggalkan, memberikan nafas baru. Menginjakkan kaki di Palu, diberi kesempatan terbaik untuk belajar sebagai program officer. Jika berhasil dihari itu, pun nyatanya berhasil dihari lainnya, tak akan pernah, tak akan mampu memaknai perbedaan sedalam ini, pun lebih menghargai dan mencintai diri.
Mengenal banyak orang baru, harus hidup dengan keramaian, setiap hari, nyaris tak henti. Belajar, tak pernah menjadi hal yang mudah keluar dari zona nyaman.
Berpulang satu. Orang terbaik. Yang menjadi contoh dalam hidup, yang selama ini waktu banyak dihabiskan bersama, membuatkan kopi, memasak makanan kesukaan, hidup bersama, memaknai cinta, kasih dan sayang dengan cara yang sedikit berbeda. Kematian, menjadi pisah yang larut. Kematian, menjadi akar baru, untuk pohon rindu lainnya. Terima kasih telah melukis anak kecil ini, dengan penuh teladan yang baik.
Tuan.
Jika kelak cerita terbaikmu tidak berakhir dipangkuan saat malam tiba, maka seperti itulah yang terbaik.
Tuan.
Jika kelak ilmu tak berakhir dilembut tanganmu, maka seperti itulah akhirnya.
Tuan.
Sepanjang tahun, sepasang mata, mencari tutur yang lebih baik, nyatanya tak ada yang lebih menarik dari kecerdasan.
Tuan.
Berhentilah, berlarian dikepala yang sempit ini.
Mengakhiri tahun dipinggir pantai, ditengah kermaian, menyambut matahari dengan terjaga, pikirku melayang, tentang ilmu yang tak bertambah, tentang waktu yang kian berkurang, tentang rasa yang kadang goyah. Tuhan, terima kasih atas kemurahan-Mu, tidak satupun kewajiban terlaksana tanpa izinmu, terlepas mereka ragu akan-Mu, kesunyian masih sanggup menjadi tempat bertahan terbaik.
Halo, salam kenal orang baru. Jika bagimu, penyendiri ini aneh. Jika bagimu, membaca buku saat orang berbincang itu aneh. Jika bagimu, semua itu sama. Sadarilah, hak menilai hanya milik Tuhan. Sadarilah, kata tak laku tanpa ilmu ditelinga. Rupa tak akan tampan, tanpa tutur yang cerdas dimata. Mari membaur, engkau makhluk hidup, manusia dengan kesempurnaannya.
Halo, salam kenal orang baru. Jika bagimu, penyendiri ini aneh. Jika bagimu, membaca buku saat orang berbincang itu aneh. Jika bagimu, semua itu sama. Sadarilah, hak menilai hanya milik Tuhan. Sadarilah, kata tak laku tanpa ilmu ditelinga. Rupa tak akan tampan, tanpa tutur yang cerdas dimata. Mari membaur, engkau makhluk hidup, manusia dengan kesempurnaannya.
Wassalammualaikum.
Palu, 19 Januari 2019.
Comments
Post a Comment