Kebiasaan menulis sudah sangat berkurang, rasanya susah sekali untuk menghasilkan satu tulisan yang bermanfaat, yha walaupun sekadar curhatan. Kalo punya makna kan asik yha. DA blog juga turun drastis. Hehe.
Rencana tahun ini, mau rajin nulis dan lebih percaya diri lagi. Ternyata, aku masih kurang percaya diri kalo tulisanku dibaca orang, wkwk. Seneng sih, tapi masih malu-malu juga. Sering terjadi pergolakan batin, kok ya kalo orang nulis namaku di google langsung muncul semua... akun media sosial-ku, mulai dari instagram, fb, twitter, blog dan segala macemnya. Kadang sedih, karena gak bisa bersembunyi. Sering iri sama orang yang gak punya jejak digital...
Pernah mencoba non-active akun instagram, karena merasa, kok ya enak aja orang bisa tahu segala kegiatanku, tahu tentangku, hanya dengan modal gawai dan paket internet. Tapi hanya bertahan gak lebih dari dua minggu, pernah juga kepikiran buat menghapus semua akun media sosial.
Setelah pergolakan batin yang sekian kali. Aku memutuskan untuk tetap menggunakan berbagai macam media sosialku. Menurutku, as long as yang aku share tidak mengganggu orang lain dan berusaha menebar manfaat. Yha, ndapapa. Ya kan? Tapiii, tetep aja sering mikir.
"Rum, semua orang bisa tahu semuanya loh."
Nyaris semua akun media sosial-ku di setting untuk public, yha karena beberapa media sosial juga menjadi sarana untuk dapet uang jajan. Hehe. Jangan minta aku untuk buat fake account atau second account, paling tidak bisa berpura-pura, memilih-milih teman dan sebagainya.
Apa Adanya dan Tebar Manfaat
Gelombang gejolak mengenai privasi di era digital ini selalu ada tempat dipikiranku, terkadang mengajak emosiku untuk turut andil memikirkannya. Huft. Tapi ada beberapa hal yang selalu membuatku merasa, ndapapa asalkan bermanfaat.
Sisi diriku yang selalu menuangkan cerita lewat aksara, biasa aku publish di instastory. Sering terpikir, bosen gak ya orang yang baca ini, atau apa sik yang dipikirin orang tentangku. Anak kemarin sore yang sok-sokan berbagi. Tapiii, dilain waktu ndak jarang ada beberapa teman membalas dengan komentar yang menyenangkan. Walau terkadang hanya sekadar emoji berbentuk hati.
Hal-hal kecil seperti inilah yang menjadi salah satu alasan untuk tetep sharing melalui tulisan-tulisan singkat. Ya, motivasi terbesarnya, biar tetap terbiasa nulis. Walaupun cuma berapa kata, tidak beraturan, menurutku menulis itu tidak mudah. Jadiii, yha harus dibiasakan. Siapa tahu, suatu saat nanti tulisannya semakin membaik. Aamiin.
Ada istilah fake account bahkan alter account, untuk menyembunyikan jejak digital. Kok yha aku gak kepikir buat akun yang bener-bener buat orang gak akan bisa ngetrack si pemilik akun in real life. Tergantung pemanfaatan akunnya kali ya. Tapi, bagiku menjadi diriku. Menjadi apapun, berbagi apapun, jika tidak melukai diriku dan tidak melanggar hak orang lain, yha berbahagialah.
"Jangan persempit dunia yang belum bisa kita jangkau luasnya ini dengan pikiran aneh-aneh."
Think, Feel, Act
Akhir-akhir ini, aku sering mendengar tiga jurus jitu think, feel, act dari Bos di kantor. Tampak familiar, ternyata sudah mulai aku aplikasikan sejak di Palu, dampaknya bukan main, hidup jadi lebih luwes. Hehe.
Pikiran adalah kunci. Pikiran adalah ujung tombak. Pikiran adalah akar. Pikiran adalah pusat kendali. Benar sekali, terkadang bahagia hanya sebatas pikiran. Kaya miskin, hanya masalah pikiran. Cukup atau kurang hanya tentang pikiran.
Memikirkan dunia ini, sudah pasti tak akan ada habisnya. Belum lagi manusia di dalamnya. Jangan diragukan, emosi pasti akan ikut menyertai setiap pola pikir yang terbentuk, ujung-ujungnya bikin depresi. Pikiran mempengaruhi perasaan dan sangat mempengaruhi keputusan.
"Jangan mengambil keputusan ketika sedang marah, jangan membuat janji ketika sedang senang. - Ali Bin Abi Thalib."
Kamu, adalah Tuan pikiranmu. Jangan biarkan suara-suara sumbang, yang tidak membangun memasuki ruangan spesial milikmu itu. Jadilah dirimu, dalam versi terbaik. Ingatlah satu, "sebaik-baik manusia, adalah mereka yang bermanfaat." Tidak perlu membahagiakan banyak orang, fokuslah membangun kebahagiaanmu, percayalah orang yang menyayangimu akan turut berbahagia.
Membangun pola pikir yang sehat sudah banyak sekali membantuku, terutama dalam melewati quarter life crisis, dari terkapar, sampai bisa jalan santai dan menatap semuanya dengan tenang.
Kalo kamu sedih ya rasakan, kalo kamu marah ya lampiaskan, kalo kamu bahagia ekspresikan, jika bagimu menangis sendiri adalah yang terbaik, ya lakukan, jika bagimu membagi amarah di sosmed bisa melegakan, ya silakan, rilis semua rasa itu, selagi itu membuatmu lebih baik.
Tapi ingatlah... semua rasa itu juga pernah dilalui oleh banyak orang. Kalo kata W.S Rendra "Suka duka kita bukanlah istimewa, karena setiap orang mengalaminya." Jangan tunggu hari esok untuk bahagia, untuk merasakan rasa sakit, rasakan saja. Tapi ingat! Bumi terus berputar, waktu tak akan menunggu walau sedetik.
Hidup adalah proses belajar, yang ujungnya adalah kematian. Tapi, kita terbiasa mengenal belajar adalah menghafal, belajar adalah menghitung angka. Padahal menjadi bahagia pun ada ilmunya. Harus dipelajari setiap hari.
Selamat belajar teman-teman, terima kasih sudah membaca! Tunggu buku-ku yha, hehe. Semoga tahun ini bisa nerbitin buku.... puisi. Aamiin dong?
Semoga terus semangat buat nulis di blog. Dan semoga kumpulan puisinya segera terbit. :D
ReplyDeleteAmin! Terima kasih Mba!
Deletebetul mba, hidup ini emang sebuah proses pembelajaran.. jadi santuy :D
ReplyDeleteSuka duka menjadi penulis
ReplyDeleteSemangat terus kak rumi ❤️
Semoga bukunya segera terbit ya, Mbak Rumi. aamiin.🙏
ReplyDeleteNgomong-ngomong tentang jejak digital, kalau aku cenderung menghindari posting sesuatu yang terlalu privat. Soalnya malu kalau orang lain tau tentang masalah pribadiku yang notabene juga bisa dibilang aib itu. Hehehe.