Sebagai awam, tidak pernah terbayang akan ada masa dimana gerak sangat terbatas, langkah sangat mempengaruhi. Tiba-tiba saja, jalanan sepi, pusat perbelanjaan ditutup, sekolah dan kampus diliburkan, bahkan kantor-kantor membuat kebijakan baru demi bertahan dari badai, agar kesehatan dan ekonomi tetap berjalan walau dengan ritme yang berbeda. Mungkin para ahli sudah memprediksi ini, mungkin para pembaca yang baik tidak terlalu kaget dengan ini, karena nyatanya dunia pernah sakit karena makhluk hidup bernama virus.
Layaknya manusia, virus adalah makhluk hidup yang ingin eksis, sayangnya caranya untuk bertahan hidup harus menempel dengan inangnya, merusak bahkan membunuh. Kuharap suatu hari nanti kau bisa mandiri, apapun namamu wahai virus.
Indonesia yang gagap dan lamban dalam pencegahan penyebaran Covid-19 membuat banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat terpukul, nyaris semuanya, kita anggap saja yang menuai banyak untung pun sengsara dengan hadirnya Covid-19. Yang kelaparan, perutnya semakin perih, mahasiswa terperangkap di kamar kos dengan uang saku yang kian tipis juga rengek ibu kos, usaha-usaha rumahan terseok-seok untuk bertahan, bisnis yang mulai melangkah pasti harus tertahan, para driver ojek online sepi penumpang, pekerja tak ayal pasrah saat dirumahkan, bahkan seorang presiden bak dipermainkan dan dipermalukan.
Sebagai orang yang mulai nyaman membangun kehidupan di kota sebelah ibukota, mulai berbenah kamar petak tempat segala penat sejenak redam. Sebagai seorang pembelajar yang mulai menemukan tapakan yang nyaman dan kuat untuk melangkah, aku harus tertunduk lesu, saat tiba-tiba keputusan yang rasanya tidak akan ada diantara kepercayaan-kepercayaan akan kehidupan yang baik. Kami kira badai akan cepat berlalu, dan semua persediaan dan waktu cukup untuk memperkuat langkah.
Hari itu, akhirnya aku "dirumahkan". Awal April setelah melewati Maret dengan keyakinan bahwa waktu ini bisa digunakan untuk memperkuat bisnis, bisa digunakan untuk belajar banyak hal. Sebagai anak rantau dan mengikuti perkembangan Covid-19, baik penyebarannya maupun kebijkan-kebijakan yang berkembang.
Saat April, dengan segala data yang kubaca, aku sudah menyimpulkan, ini membutuhkan waktu yang cukup panjang, belum lagi waktu untuk perekonomian mulai pulih. Tidak bisa dipungkiri. Tidak bisa. Dengan tabungan yang ada, aku mulai menghitung, jika tetap di rantauan dan berusaha mencari kerja dalam keadaan pandemi ini, kira-kira berapa lama aku sanggup bertahan. Belum lagi menahan lara atas pisah sementaraku dengan pekerjaan yang aku suka, pagi-siang-malam di petak kamar sendiri. Setelah mencoba mencari informasi mengenai lowongan kerja dan berpikir sedemikian rupa, akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah.
Jangan ditanya! Aku sangat khawatir akan kemungkinanku membawa virus ke rumah, tapi inilah pilihan terbaik.
16 April, saat itu DKI Jakarta sudah melaksanakan PSBB. Sebelum pulang aku memastikan bahwa ada kendaraan yang masih bisa beroperasi untuk mengantarku ke bandara, aku juga memilih Bandara Halim agar dengan pertimbangan jumlah orang yang tak akan sebanyak di bandara internasional. Hari itu aku menunggu di kursi bandara, dengan mendengar banyak para pedagang di Thamrin City dan Tanah Abang yang memilih pulang ke kampung halaman memboyong anak-anaknya.
Terkejutnya, saat masuk ke pesawat, full seat, physical distancing hanya wacana sepihak. Haha. Aku terdiam sambil berpikir, yha seperti inilah keadaannya. Mana mungkin aku yang tidak tahu apa-apa ini, mengkritiki hal yang bahkan tak ku tahu detailnya, tak ku rasa semua varian warnanya. Sampai bandara pun, semuanya masih terbatas. Entahlah.
Aku langsung pulang ke rumah dan mengisolasi diri selama 14 hari. Selama dua minggu itu, beberapa kali pihak puskesmas terdekat tempat tinggalku mengunjungiku untuk melakukan pantauan. Aku sangat mengapresiasi hal ini.
Lalu, kehidupan di rumah dimulai. Semuanya dilakukan di rumah. Membaca buku hingga rebahan yang menjadi kebiasaan baru. Butuh 14 hari untuk bisa bergerak bebas walau di rumah sendiri, untuk memasak dll. Alhamdulillah tetap sehat. Rasanya ada gejolak untuk bertemu teman, jangankan takut terkena Covid-19, berkumpul dengan kepentingan yang tidak jelas rasanya menjadi beban moral untuk saat seperti ini, mengingat tenaga medis yang berjuang, jauh dari keluarga bahkan hingga mengorbankan nyawa, belum lagi orang-orang paling terdampak, rasanya tidak sanggup untuk melepas rindu dan tertawa.
Berjalan waktu, bosan mulai terasa. Menyambut Ramadan, riang bertemu Idulfitri, rasa bosan memuncak, dengan keadaan yang ada sudah pasti pekerjaanku belum bisa kembali membuat hariku sibuk. Aku mulai mencari kesempatan lain, mungkin di kota ini, dimana teman-temanku berkumpul, walau Ibukota menawarkan banyak perjalanan yang mungkin lebih mewah, aku mulai memeprsiapkan diri, memperbaharui curriculum vitae. Mendesainnya sendiri, meraba-raba rasa sebagai pelamar juga membangun rasa siap untuk memulai sebagai pegawai baru, entah dimanapun itu nanti.
Allah selalu punya rencana indah, kadang aku berpikir, di hidupku tidak ada hal-hal besar yang pernah terjadi, hingga kusadari hal-hal kecil yang membuatku kuat dan bertahan. Seorang teman mengabarkan bahwa perusahaan tempatnya berkerja sedang membutuhkan seorang social media specialist, sangat cocok dengan pengalaman terakhirku dan memang sesungguhnya media sosial adalah teman kita bukan, hey millenials?
Setelah mengirimkan lamaran dan akhirnya menerima kabar kalo aku diterima, rasanya bahagia sekali. Lingkungan baru, jobdesk yang lebih details dan luas, jika selama ini aku hanya memanaged medsos kantor lama dan memproduksi artikel, dikesempatan baru ini aku harus membuat desain sendiri. Kusambut baik tantangan ini, tantangan barunya, teman baikku kini rekan kerjaku juga, lalu Manager dan Direktur perusahaan adalah orang Australi dan Spanyol. Yokkkk belajar bahasa yang serius Rum!
Rum, tulisan ini sebagai pengingatmu, jika lelah bacalah ini, dengan ajaib syukur dan semangatmu akan bertambah!
Saat-saat sulit, jangan sangkal apapun yang jelas kebenarannya. Rasailah setiap emosi yang hadir, dan kembali yakin, sesuai dengan keyakinan masing-masing. Satu yang perlu diingat bersama, bahkan saudara kandungmu, yang kadang meminjam sepatumu, memiliki langkah yang berbeda. Stay safe, stay healty!
Terus semangat kak
ReplyDeleteMasyaaAllah mbk... Alhamdulillah, semua hal yang bisa jdi dianggap buruk, nyatanya bisa menjadikan keberuntungan bagi kita ..
ReplyDeleteSelamat ya mbk.. sehat2 selalu untuk kita semua, aamiinnn
Luar biasa mba rum, Allah memang selalu punya jalan terbaik nya buat kita yg terkadang menurut pikiran kita sudah tidak ada jalan, ternyata Allah memberikan jalan tersebut. Selamat atas pekerjaan baru nya mba
ReplyDeletewah keren rumii.. selamat atas pekerjaan barunya. begawe dimano dek sekarang? mase di palembang apo la balek ke jakarta lagi? :D
ReplyDeleteada banyak hikmahnya, sepertinya profesi-profesi baru akan mulai bermunculan setelah kasus ini berakhir. Mengingat digital dapat dikerjakan dimana saja. eh selamat ya kak, semoga lancar terus urusannya.
ReplyDeleteAda pelangi setelah hujan. Walau nggak selalu ada, tapi minimal air hujan yang turun memberkahi banyak makluk hidup lain. Banyak orang terdampak covid ini, aku pun begitu. Alhamdulillah rezekiNya hadir di saat yang tepat. Semoga pekerjaan baru ini berkah, amiiin.
ReplyDeleteWah, semangat ya Rumi....Pantas aku lihat belakangan postingannya ada di Palembang lagi...Semoga pekerjaan baru ini menjadi berkah...Kan kerjanya juga dekat dengan teman-teman :)
ReplyDeleteAku juga mudik. Demi untuk mengondisikan anak-anak agar tak main di luar. Di desa lebih kondusif keadaannya. Alhamdulillah aman semua. Ketakutan membawa virus tidak terjadi. Semangat ya. Pekerjaan baru adalah dunia baru yang harus dikenali.
ReplyDeleteaku juga sempat kepikiran mau melamar jadi social media specialist mumpung wfh
ReplyDeletenamun sinyal internet terbatas banget di rumah
urung deh
Wah senang sekali baca cerita ini. ❤️ Semangat terus Rumi! Mari mengeksplor pengalaman-pengalaman baru di lingkungan yang baru pula.
ReplyDeleteselamat ya mbak, tetap semangat....
ReplyDeleteWahh selama ya mbak arum, lagi pandemi gini byk bgt orang yg kehilangan pekerjaan, mbak arum malah dpt kerjaan baru, rejeki emang ga kemana
ReplyDeleteSemangat Mba Arum, masih banyak justru yang hingga kini dirumahkan semoga berkah pekerjaan barunya aamiin
ReplyDeleteSama dengan saya,,,pada saat pandemi sata diberhentikan dari pekerjaan,,,lebaran juga gk mudik,,,selain gk ada duit, juga emang gk bisa mudik hehehe,,,tapi alhamdulilah,,selesai lebaran akhirnya dapat kerjaan baru, suasana baru, pengalaman baru dan orang baru,,,dan perusahaan lama menelepon saya untuk kembali,,,,saya jawab aja "maaf bos saya udah ada kerjaan baru, kemarin terlantar jadi pengangguran juga karena elu pecat" wkwkwk
ReplyDeleteAku juga sempet dapet tawaran balik lagi di perusahaan lama, dengan beberapa pertimbangan lebih milih yang baru.
Delete