Dia bukan hanya gairah yang menerangi malam panjang, tapi juga tangis di pagi hari yang menyesakkan. Aku menjelma sesungguhnya diriku, menyelami semua dimensi, menemui ribuan emosi. Semua yang tak sempurna, aku coba terima. Dia dan segala kesedihannya, adalah derai air mata yang pasti. Seperti serupa, yang susah payah aku maafkan. Melihat dan mendengarnya langsung, seperti kembali ke sebuah lorong panjang yang kelam. Apakah aku mampu memeluknya dan tak kembali menawarkan kesepian yang sama?
Pada esok yang digadang-gadang penuh senda gurau, dan cinta. Bahkan dipersiapkan sedemikian rupa, dengan langsung menemui sang luka. Memang tak semua benang kusut itu mampu diuraikan, satu-persatu. Terbatas dan tak mampu. Pertahanan selama ini adalah bukti, bahwa pesiapan itu memang benar adanya. Tanpa perlawanan, kembali lagi, hanya ingin memaafkan dan dimaafkan.
Mungkin saja tergelincir, terjatuh, bahkan kembali terperosok di masa yang akan datang. Memang tak mudah, tapi tak pernah berarti tak bisa. Dia bukan hanya gelora asmara, tapi juga rasa takut yang dengan sadar ingin aku miliki, entah akan jadi apa.
Kemudian, Dia akan sadar, bahwa menjadi benar-benar kuat dan mampu adalah satu-satunya pilihan saat memilihku.
Comments
Post a Comment